Advertise

Konosuke Matsushita, Pendiri Panasonic yang Humanis

Konosuke Matsushita adalah pendiri perusahaan Panasonic Group. Anak terkecil dari 8 bersaudara ini lahir di sebuah desa pertanian bernama Wasa, Wakayama, Jepang, pada 27 November 1894. Saat meninggal dunia di usia 94 tahun, pria humanis ini meninggalkan kekayaan 3 miliar dolar AS, dan perusahaan yang berpenghasilan 42 miliar dolar AS. Semua itu diraih dengan kerja keras tanpa koneksi dan fasilitas.


Pria berkacamata dengan bingkai tebal ini dikenal sebagai inspirator, pebisnis handal, pendidik, bahkan filsuf. Semasa hidupnya, ia telah menulis sekitar 46 judul buku.

Saat masih berusia 9 tahun, Matsushita terpaksa dilepas orang tuanya merantau ke Osaka untuk bekerja karena bisnis ayahnya bangkrut. Diiringi tangisan, ia dititipkan begitu saja pada salah seorang penumpang kereta api. Inilah awal perjalanan hidupnya yang penuh dengan tantangan.

Di Osaka, pekerjaan pertamanya adalah membersihkan tungku batu bara (habachi) sambil mengasuh anak sang pemilik, dengan gaji hanya 5 sen. Hari berganti hari, Matsushita pun berganti pekerjaan, seperti di toko sepeda, sementara malamnya ia sekolah lagi.

Dunia listrik dan elektronik dikenalnya saat ia bekerja di perusahaan instalasi listrik Osaka Electric Light Company. Matsushita keluar dari perusahaan ini karena merasa aspirasinya tidak terpenuhi ketika stop kontak buatannya dipandang sebelah mata oleh atasannya.

Pada 1917, ia membuka toko fitting lampu buatannya, namun tak berjalan sesuai rencananya alias tidak laku. Di saat putus asa dan hampir tutup karena tak ada pemasukan, tiba-tiba ada pemesanan tak terduga untuk tatakan kipas angin. Mungkin sudah takdir Tuhan, bisnisnya mulai berjalan mulus dan terus berkembang hingga sekarang ini.

Pemikiran-pemikiran bisnis Matsushita sendiri sangat menarik. Menurutnya agama dan bisnis memiliki kemiripan, keduanya sama-sama membawa kebahagiaan bagi umat manusia. Jika sebuah perusahaan bisa seberarti sebuah agama, orang-orang akan puas dan lebih produktif. Baginya juga, business is people. "Yang pertama, kita harus benar-benar tahu apa itu manusia. Jika seseorang ingin memelihara kambing, dia harus belajar tentang sifat kambing. Jadi dengan rendah hati, saya ingin belajar tentang sifat manusia," ungkap Matsushita yang bertahan tidak mem-PHK karyawan sewaktu resesi ekonomi melanda Jepang.

Itulah sekilas mengenai Matsushita, pebisnis humanis yang kemudian lebih memilih lengser meskipun masih mampu, karena percaya kader muda harus diberi kesempatan. Pemikiran yang sungguh bijaksana yang patut untuk ditiru oleh pebisnis-pebisnis di masa sekarang ini.