Dahulu kala, ada seekor monster jahat yang memiliki kepala panjang dan tanduk yang tajam. Monster yang bernama NIAN ini sangat ganas, dia berdiam di dasar lautan, namun setiap tahun baru dia muncul ke darat untuk menyerang penduduk desa dan menelan hewan ternak mereka. Oleh karena itu, setiap menjelang tahun baru, seluruh penduduk desa selalu bersembunyi di balik pegunungan untuk menghindari serangan monster NIAN ini.
Untuk melindungi diri juga, para penduduk menaruh makanan di depan pintu rumah mereka di awal tahun. Dipercaya dengan melakukan itu, NIAN akan memakan makanan yang telah mereka siapkan dan tidak akan menyerang mereka, atau mencuri ternak dan hasil panen.
Pada suatu hari, saat menjelang pergantian tahun, semua penduduk desa sedang sibuk mengemasi barang-barang mereka untuk mengungsi ke pegunungan. Kemudian, datanglah seorang lelaki tua ke desa itu. Dia memohon ijin menginap semalam pada seorang wanita tua, dan meyakinkannya bahwa dia dapat mengusir pergi monster NIAN itu. Tak ada seorang pun yang mempercayainya. Wanita tua ini memperingatkan dia untuk ikut bersembunyi bersama penduduk desa lainnya, tetapi lelaki tua ini bersikukuh menolaknya. Akhirnya penduduk desa meninggalkan dia sendirian di desa itu.
Ketika monster NIAN mendatangi desa itu untuk membuat kekacauan, tiba-tiba dia dikejutkan suara ledakan petasan. NIAN menjadi sangat ketakutan mendengar suara petasan, melihat warna merah, dan kobaran api. Pada saat bersamaan, pintu rumah wanita tua itu terbuka, lalu muncullah lelaki tua itu dengan mengenakan baju berwarna merah sambil tertawa keras. NIAN terkejut dan menjadi pucat pasi, dan segera angkat kaki dari desa itu.
Hari berikutnya, penduduk desa pulang dari tempat persembunyian mereka. Mereka terkejut melihat seluruh desa masih utuh dan aman. Akhirnya mereka baru menyadari atas peristiwa yang terjadi, lelaki tua itu sebenarnya adalah Dewa yang datang untuk menolong mereka mengusir monster NIAN itu. Mereka juga menemukan tiga peralatan yang digunakan lelaki tua itu untuk mengusir NIAN.
Penduduk desa itu, kemudian mempercayai bahwa NIAN takut dengan warna merah, suara petasan, dan kobaran api. Karena itu, setiap kali tahun baru akan tiba, para penduduk akan menggantungkan lentera, gulungan kertas merah di jendela dan pintu rumah, serta juga menggunakan kembang api untuk menakuti NIAN.
Adat-adat pengusiran NIAN ini kemudian berkembang menjadi perayaan Tahun Baru Imlek. Setiap perayaan Tahun Baru Imlek orang Tionghoa memasang kain merah, menyalakan petasan, dan memasang lentera sepanjang malam, menunggu datangnya Tahun Baru Imlek. Adat istiadat ini akhirnya menyebar luas dan menjadi sebuah perayaan tradisional orang Tionghoa yang megah dalam menyambut Tahun Baru Imlek.
Penduduk desa itu, kemudian mempercayai bahwa NIAN takut dengan warna merah, suara petasan, dan kobaran api. Karena itu, setiap kali tahun baru akan tiba, para penduduk akan menggantungkan lentera, gulungan kertas merah di jendela dan pintu rumah, serta juga menggunakan kembang api untuk menakuti NIAN.
Adat-adat pengusiran NIAN ini kemudian berkembang menjadi perayaan Tahun Baru Imlek. Setiap perayaan Tahun Baru Imlek orang Tionghoa memasang kain merah, menyalakan petasan, dan memasang lentera sepanjang malam, menunggu datangnya Tahun Baru Imlek. Adat istiadat ini akhirnya menyebar luas dan menjadi sebuah perayaan tradisional orang Tionghoa yang megah dalam menyambut Tahun Baru Imlek.
Setiap keluarga Tionghoa diharuskan membersihkan lingkungan tempat tinggal mereka untuk menyambut datangnya Tahun Baru Imlek. Disamping membersihkan lingkungan sekitar, setiap keluarga Tionghoa juga membuat berbagai hidangan menyambut Tahun Baru Imlek, yang terbuat dari daging ayam, bebek, ikan, dan sapi atau babi, serta manisan dan buah-buahan. Tak ketinggalan pula, para orang tua membelikan baju baru untuk anak-anaknya, dan mempersiapkan bingkisan angpao saat mengunjungi kerabat dan keluarga.
Ketika malam Tahun Baru Imlek tiba, seluruh keluarga berkumpul bersama. Di wilayah utara Tiongkok, setiap keluarga memiliki tradisi makan kue bola apel, sebagai simbol kebersamaan dan kebahagiaan keluarga. Di wilayah selatan Tiongkok, masyarakatnya suka sekali memakan kue manisan (yang terbuat dari tepung beras lengket), yang melambangkan manisnya kehidupan dan membuat kemajuan dalam tahun baru ini. Menjelang jam 12 malam, setiap keluarga akan menyalakan petasan.
Hari pertama Tahun Baru Imlek, orang Tionghoa menggunakan baju baru dan mengucapkan selamat kepada orang yang lebih tua. Anak-anak yang mengucapkan selamat tahun baru kepada yang lebih tua, akan mendapatkan angpao. Sedangkan pada hari kedua dan ketiga, mereka saling mengunjungi teman dan kerabat dekatnya.
Setelah hari ke 15 bulan pertama dalam kalender Lunar (kalender Tionghoa), adalah waktu diadakannya Festival Lentera, yang menandakan berakhirnya perayaan Tahun Baru Imlek.